Kamis, 05 Februari 2009

PERSPEKTIF MAHASISWA, REALITAS PASCA MERGER

Merger adalah a combination of two or more corporations, where the dominant unit absorbs the passive unit, the former continuing operations, usually under the same name (Encyclopedia of Banking and Finance).*

Dalam pengertian yang diberikan pada rumusan di atas jelas bagi kita merger merupakan suatu bentuk penggabungan dua badan usaha, dimana badan usaha yang menggabungkan diri bubar demi hukum, masuk ke dalam badan usaha lainnya yang tetap ada dengan nama yang sama. Walaupun demikian seluruh asset, hak dan kewajiban dari badan hukum yang bubar tersebut tidaklah menjadi hilang sama sekali, melainkan diabsorp atau dengan kata lain diambilalih oleh perusahaan yang masih tetap ada tersebut.

Merger ternyata juga merambah ke dunia pendidikan tinggi. Dalam kasus sinergi bagi kedua organisasi ini, diharapkan interaksi yang terjadi bisa menjadikan sebuah perusahan ataupun organisasi saling menguntungkan.

Sinergi merupakan kata sakti yang menjadi alasan perusahaan-perusahaan untuk melakukan merger. Dengan melakukan sinergi, mereka berharap bisa memperoleh banyak manfaat. Ini bisa mencakup banyak hal, mulai dari penghematan biaya, perluasan pasar, penguasaan teknologi, akses dana yang lebih besar, dan masih banyak lagi. Namun, tak selamanya proses merger itu sukses menciptakan sinergi.

Dalam realitas sekarang merger UNISBANK dan STIE STIKUBANK dihadapkan pada masalah yang serius yaitu menciptakan sinergi sehingga tujuan utama dari merger terwujud. Disini peran semua civitas akademik di lembaga ini sangat dibutuhkan, baik dari pucuk pimpinan, dosen, mahasiswa hingga karyawan.

Sudah satu tahun lebih keputusan merger disepakati dan dilaksanakan, tetapi kenyataan dilapangan masih banyak benturan – benturan budaya yang belum bisa teradaptasi dengan baik. Baik dari mahasiwa, dosen, maupun karyawan. Bahkan banyak pendapat dari mahasiswa yang bernada sinis, “sebenarnya niat merger atau tidak!, kok tidak nampak jelas kemana arahnya!”. Opini-opini mahasiswa ini jika terus mengalir tanpa ada arah kemana menuju, maka akan menjadikan “ tsunami” yang bisa meluluhlantakkan sendi-sendi kepercayaan yang hendak terangkai saat ini.

Survey yang kami lakukan secara sederhana dengan menyebar angket kepada mahasiswa UNISBANK dengan metode pangambilan sample acak (random samping) dengan memberikan 100 angket kepada mahasiswa. Dimana pebagian angket dibagi kepada mahasiswa yang ada di kampus kendeng dan mahasiswa dikampus mugas. untuk mengetahui bagaimanakah perspektif mereka terhadap kinerja dan pelayanan yang mereka terima selama pasca merger. Bagian-bagian yang menjadi sorotan adalah, penilaian secara umum bagian keuangan, kemahasiswaan, pengajaran, sistem perkuliahan secara umum, dan akses fasilitas yang mereka terima.

Dilihat dari perspektif mahasiswa ternyata sangat mencengangkan. Penilaian dari mahasiswa ini menunjukkan interpretasi bahwa dihampir pos-pos penilaian terdapat nilai D (tidak baik). Kedekatan Rektorat kepada mahasiswa menempati urutan tertinggi dengan 36 responden merasa jauh. Hal ini sengaja dilakukan survey karena apakah mahasiswa merasa dekat dan familiar terhadap Pihak rektorat itu sendiri yang notabene sebagai pemimpin dan pemegang kekuasaan di UNISBANK. Dan yang lebih ironi tidak ada mahasiswa yang merasa dekat dan familiar terhadap rektorat.

Selanjutnya nilai D kedua terdapat pada akses fasilitas bagi mahasiswa secara umum dengan 23 responden, meskipun sebanyak 49 responden merasa fasilitas yang mereka terima sudah baik. Dengan melihat secara keseluruhan diagram diatas suara terbanyak responden ada pada nilai C (biasa saja). Inilah yang sengaja kami berikan dengan memberikan nilai biasa saja, ini memiliki interpretasi yang lebih jeli, karena biasa saja diartikan mahasiswa yang ‘cuek’ atau diartikan sebagai ‘ketidak percayaan’ lagi pada materi yang diajukan. Hal inilah dibutuhkan sebuah kearifan untuk menilai, yaitu hendaknya bisa diambil segi paling ‘ekstrim’ yaitu mahasiswa sudah tidak lagi percaya dengan semua hal yang berkaitan dengan materi ini. Dan jika dilihat dengan sudut pandang nilai positifnya, diartikan bahwa mahasiswa sudah tidak merasa berkepentingan lagi atau merasa tidak peduli dengan perkembangan dinamika kampus. Ya,dari sudut mana kita menilai yang jelas kita harus perbaiki kekurangan dan kelemahan ini.

Dari uraian diatas dapat diambil sebuah benang merah bahwa tujuan utama dari merger yaitu agar tercipta sinergi yang positif ternyata belum terpenuhi dengan baik. Ternyata masih banyak mahasiswa yang mengeluhkan dan merasa tidak diuntungkan dengan keputusan merger itu. Harusnya dengan keputusan merger maka sinergi bisa tercipta, sehingga peningkatan pelayanan dan kesejahteraan bagi mahasiswa dapat terwujud. Untuk itu harus lebih ditindaklanjuti, bagaimanapun suara mahasiswa juga berpengaruh positif terhadap perkembangan dan kemajuan kampus secara keseluruhan.

1 komentar:

merger yang baik akan menghasilkan profit yang sangat bagus untuk perkembangan usaha kedua belah pihak.. tetapi jika merger dilakukan dengan tidak adil maka akan terjadi ketimpangan antara yang satu dengan yang lain..

semoga komen saya nyambung ma artikelnya..hehe nice post..

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More